Skip to main content

Menyeberangi Selat Bass dengan Spirit of Tasmania

Feri Spirit of Tasmania berlabuh di dermaga Melbourne
Mungkin karena nenek moyang kami bukan orang pelaut, pengalaman naik feri dari Tasmania ke Melbourne ini tidak seindah yang saya bayangkan.

Kisah ini berawal dari ide The Emak yang selalu ingin mencoba sesuatu yang baru. Korbannya tentu saja The Precils, dan terutama Si Ayah. Kali ini The Emak ingin mencoba naik kapal yang kalau dilihat dari luar mirip kapal pesiar itu.

Ketika merencanakan perjalanan ke Tasmania, kami belum tahu mau naik apa untuk sampai ke Melbourne. Waktu itu kami sudah membeli tiket (murah) dari Melbourne ke Queenstown, Selandia Baru. Ada dua pilihan moda transport dari Tasmania ke Melbourne: naik pesawat dari bandara Launceston atau naik feri dari pelabuhan Devonport. Ketika menghitung biaya yang harus kami keluarkan, kira-kira sama antara membeli 4 tiket pesawat plus hotel semalam dengan tarif 4 penumpang feri plus 1 mobil. Saya sih lebih senang mencoba hal yang baru, kapan lagi bisa merasakan naik Spirit of Tasmania? Si Ayah yang ragu-ragu pun akhirnya setuju dengan ide bermalam di tengah selat Bass.

Kami memesan satu kabin dengan empat berth (ranjang susun), dengan jendela (porthole) untuk mengintip pemandangan di luar. Total biaya untuk dua dewasa, 2 anak-anak plus satu mobil adalah AU$ 679. Tarif ini berubah tergantung high season/low season. Pemesanan tiket bisa langsung melalui website Spirit of Tasmania.

Melihat foto-foto kapal ini di websitenya, The Precils, terutama Big A sangat excited untuk segera mencoba berlayar. Saya juga membayangkan perjalanan ini seperti naik kapal pesiar :) Ketika melihat-lihat review tentang Spirit of Tasmania di Trip Advisor, hati saya sedikit menciut karena ada yang bilang perjalanan ini hanya seperti naik feri yang besar, sama sekali bukan seperti berpesiar dengan kapal mewah. Tambahan lagi, selat Bass yang menghubungkan Tasmania dengan mainland Australia terkenal sebagai perairan yang cukup ganas. Uh-oh...

Setelah makan siang di Cradle Mountain, kami menuju pelabuhan Devonport yang terletak di bagian utara Tasmania. Feri akan berangkat pukul 7.30 malam, sehingga kami masih punya banyak waktu untuk mencapai pelabuhan. Cradle Mountain - Devonport bisa ditempuh dalam satu setengah jam, dengan rute yang mudah dinavigasi. Begitu memasuki kota Devonport, kami banyak menemukan rambu petunjuk jalan bergambar Spirit of Tasmania. Dengan mudah, kami bisa menemukan jalan masuk menuju kapal.

Waktu baru menunjukkan pukul tiga sore ketika mobil kami sampai di titik antrian kendaraan yang mau masuk ke feri. Masih ada empat setengah jam lagi sebelum kapal berangkat, tapi antrian kendaraan menuju kapal sudah mengular. Dan masalah berawal dari sini.

Kami yang belum pernah punya pengalaman naik feri ini mengikuti saja antrian mobil di depan kami. Pelan-pelan, mobil masuk melewati loket untuk mendapatkan tiket dan kunci kabin. Big A sangat bersemangat menerima kartu plastik sebagai pintu kabin, dan mulai mengamat-amati peta kapal yang diberikan bersama kunci. Dari loket, kami mengikuti antrian mobil menuju pemeriksaan keamanan, sebelum bisa masuk ke kapal.

Pemeriksaan keamanan dilakukan di pelataran parkir pelabuhan. Antriannya lumayan panjang karena petugas harus memeriksa dengan detil barang bawaan di mobil penumpang. Mobil di depan kami membawa beberapa jerigen minyak, sehingga harus 'dititipkan' ke bagasi kapal. Oleh petugas, mobil kami diperiksa bagasi dan mesinnya. Penumpang tidak perlu turun saat pemeriksaan. Selesai pemeriksaan, kami yang mengira bisa langsung masuk kapal, harus gigit jari karena ternyata masih harus menunggu di pelataran parkir yang panas ini sampai berjam-jam kemudian.

Menunggu, adalah pekerjaan yang membosankan. Tapi menunggu di lapangan parkir yang panas membara tanpa kepastian kapan bisa keluar dari tempat tersebut adalah siksaan tanpa ampun. The Precils mulai gelisah dan wajah masam Si Ayah tidak bisa disembunyikan lagi. Ternyata gerbang baru dibuka setengah jam sebelum jadwal keberangkatan kapal. Kalau tahu akan seperti ini, tentu kami tidak perlu repot-repot antri dari awal. 

Little A asyik main iPod, Big A lihat pemandangan, Si Ayah menonton film dengan muka masam :p
Little A senang main di bunk bed
Beres memarkir mobil di garasi kapal yang sempit, kami menuju kabin. The Precils kembali gembira mendapati dua set bunk bed di kabin kecil kami. Ada dua tangga yang bisa dipindah-pindah untuk naik ke bed yang atas. Little A berkali-kali naik turun tangga ini. Kabin yang kami tempati memang kecil, terdiri dari 4 single bed, satu meja mini dan kaca yang menempel di dinding, kamar mandi dengan pancuran dan toilet. Seperti di hotel, handuk dan sabun mandi disediakan untuk tiap penumpang. Dari jendela kabin yang tidak bisa dibuka, kami bisa mengintip kesibukan pelabuhan Devonport sebelum kapal berangkat.

Muka masam Si Ayah tidak berubah sepanjang perjalanan. Dia yang telanjur marah dan capek karena menunggu berjam-jam di pelataran parkir yang panas, menyibukkan dan menghibur dirinya dengan menonton film di laptop. Si Ayah bahkan tidak berminat sama sekali memotret suasana pelabuhan Devonport ketika feri ini mengangkat sauh.

Big A yang tetap semangat, mengajak saya melihat-lihat kapal. Kami berkeliling melihat restoran, toko suvenir, tempat bermain anak-anak dan juga ruangan game dengan koin. Big A kecewa karena sebenarnya ingin main game koin ini tapi larang karena terlalu mahal. Di sebelah ruang game di lantai paling atas ada ruang makan yang dipenuhi keluarga yang menikmati bekal mereka. Kami yang tidak mempersiapkan bekal makan, terpaksa membeli di restoran prasmanan. Untuk sekeluarga, saya hanya membeli satu piring kecil seharga AU$16,50 dan satu piring untuk anak-anak seharga AU$10. Kita boleh mengisi sendiri piring-piring ini dengan makanan sampai penuh. Kami cuma makan fish&chips, pasta vegetarian dan sayur kukus. Si Ayah yang masih belum bisa tersenyum berkata bahwa ini makanan paling tidak enak yang pernah dia rasakan.

Selesai makan, Little A masih ingin main-main di tempat bermain, tapi saya sudah merasa pusing dan ingin istirahat. Rasanya kapal bergoyang-goyang dihantam ombak besar. Untungnya kami tetap bisa tidur nyenyak di kabin dan lulus dari ujian semalam di tengah lautan.

Saya bangun pukul lima pagi, dan melihat tanda-tanda kapal akan segera berlabuh. Saya menyempatkan mandi dengan air hangat di pancuran. Lumayan juga, rasanya segar setelah mandi. Si Ayah juga mandi untuk melarutkan kekesalan kemarin :p Setengah jam sebelum berlabuh, pengumuman dari kapten kapal bergema di dalam kabin. Penumpang dipersilahkan cek out dengan memberikan kunci kabin ke resepsionis, dan menuju mobil masing-masing sesuai dengan panggilan.

Sambil menunggu giliran kami, Si Ayah dan Big A memotret suasana kapal dan pelabuhan Melbourne dari dalam kapal. Rasanya senang sekali melihat daratan dan keluar dari kapal ini. Sekitar jam enam pagi, kami sudah berada kembali di daratan Australia, dan siap-siap untuk menjelajah Melbourne dalam 24 jam ke depan.

Melbourne pagi hari, difoto dari dalam kapal
Antri keluar dari kapal
Alhamdulillah sampai daratan lagi :D
Dari pengalaman kami, harus saya akui kalau Si Ayah benar: tarif naik feri Spirit of Tasmania ini terlalu mahal untuk pengalaman yang kami dapatkan. Dalam situasi yang sama, kalau disuruh memilih, kami akan naik pesawat saja dan menghabiskan semalam lagi di kamar hotel yang nyaman di Cradle Mountain :)

Berikut adalah tips yang bisa saya berikan untuk perjalanan dengan Spirit of Tasmania:
1. Hanya naik Spirit of Tasmania kalau nenek moyang kamu memang pelaut :p
2. Hanya naik Spirit of Tasmania kalau kamu membawa barang-barang yang tidak mungkin cukup atau tidak diperbolehkan di bagasi pesawat.
3. Kalau tetap nekat mau naik Spirit of Tasmania, jangan datang terlalu awal, pastikan ke pelabuhan satu jam saja sebelum berangkat. 

~ The Emak
Baca juga catatan perjalanan Big A (dalam bahasa Inggris):

Comments

Popular posts from this blog

5 Kafe & Bakery Halal di Area Bugis Singapura

Fluff Bakery, Muslim Owned Beberapa tahun belakangan ini banyak muncul kafe dan bakery trendi di Singapura yang dikelola oleh anak-anak muda. Kabar gembira buat kita semua, banyak yang pemiliknya muslim. Jadi meskipun belum memiliki sertifikat halal, bahan-bahan makanan yang mereka gunakan halal semua. Beberapa kafe halal nan trendi tersebut terkonsentrasi di area Bugis, atau sering juga disebut sebagai Arab Quarter atau Kampong Glam. Area Bugis, di antara stasiun MRT Bugis dan MRT Lavender, memang pilihan utama sebagai base camp untuk traveler muslim. Di sini gampang dijumpai restoran, kafe, dan bakery halal. Dua pilihan restoran halal untuk makan besar (makan nasi) adalah Zam-Zam dan Hjh Maimunah . Zam-Zam lokasinya di 679 North Bridge Rd, persis di seberang Masjid Sultan. Resto ini menyajikan masakan India. Coba deh murtabak-nya yang terkenal enak banget. Sementara restoran Hjh Maimunah adalah salah satu restoran halal yang mendapat Michelin Star (peringkat untuk restoran yang bagu

Call : 085813134112 Jasa Fogging Nyamuk di Jatiasih Bekasi

Call : 085813134112 Jasa Fogging Nyamuk di Jatiasih Bekasi , Jasa Pembasmi Kecoa di Medan Satria Bekasi, Jasa Pembasmi Cicak di Mustika Jaya Bekasi, Jasa Pembasmi Tawon di Pondok Melati Bekasi, Jasa Pembasmi Tomcat di Rawalumbu Bekasi, Jatisampurna Bekasi, Pondok Gede Bekasi. Garda Pest Control juga hadir diberbagai Kota lainnya seperti Jasa Fogging Nyamuk di Bali, Jasa Pembasmi Tawon di Cirebon, Jasa Pembasmi Kutu Kucing di Kemang, Jasa Pembasmi Tikus di Bogor, Jasa Pembasmi Kutu Anjing di Bandung, Jakarta Barat, Tangerang Selatan, Makassar, Palembang, Surabaya, Solo dll. Penyakit demam berdarah disebabkan oleh virus dengue yang diketahui memiliki empat serotipe virus dengue, di antaranya DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Di Indonesia sendiri, virus ini ditularkan oleh dua jenis nyamuk demam berdarah betina, yaitu Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder. Jenis nyamuk demam berdarah ini memiliki sifat anthropofilik, artinya

Tip Belanja Belanji di Sydney

Window display di QVB Setahun sekali di Sydney, ada hari khusus untuk berbelanja gila-gilaan, ketika SEMUA toko menawarkan diskon. Mereka menyebutnya Boxing Day . Saya menyebutnya Hari Raya Berbelanja :) Boxing Day dirayakan setiap tanggal 26 Desember, satu hari setelah Natal. Tadinya saya pikir Boxing Day ini berkaitan dengan 'tinju', tapi tinju yang bagaimana? Ternyata bukaaan. Pada awalnya, Boxing Day ini diramaikan dengan memberikan hadiah (natal) untuk orang-orang miskin, yang dikemas dalam kotak (box). Tapi maknanya kemudian bergeser menjadi hari belanja untuk menghabiskan uang lebaran atau angpao :) Biasanya, sebelum datang tanggal ini, orang-orang sudah mengincar apa yang ingin mereka beli pada Boxing Day. Katalog SALE bisa dilihat di internet, website masing-masing toko atau di Lasoo . Pasukan belanja sampai mati ini biasanya mengincar merk-merk terkenal, gaun-gaun disainer yang hanya memberi diskon setahun sekali pada hari tersebut. Nggak heran kalau mereka sampai bel